Rabu, 02 Juli 2014



Tari tor-tor
Kata Pengantar
        Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan artikel Ilmu Budaya Dasar tentang Tari tor-tor pada suku Batak. Dalam artikel ini penulis menjelaskan secara singkat mengenai filosofi tari tor-tor, hubungannya dengan suku, jenis tarian dari tari tor-tor, pakaian yang digunakan saat menari tor-tor dan sifat pakaian dari tari tor-tor tersebut. Artikel ini dibuat melengkapi untuk tugas Ilmu Budaya Dasar, penulis menyadari dalam artikel ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan artikel ini di waktu yang akan datang. Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Filosofi Tari tor-tor
         Tari tor-tor adalah salah salah satu jenis tarian yang berasal dari suku-suku batak yang ada di Sumatera Utara seperti Mandailing, Toba, Simalungaun, Karo, Pakpak, Simalungun, Angkola. Tari tor-tor menurut sejarahnya  sudah ada sejak abad ke 13 di Sumatera Utara. Tari tor-tor dulunya digunakan dalam acara ritual yang berhubungan dengan roh. Roh tersebut dipanggil dan “masuk” ke patung-patung batu (merupakan simbol leluhur). Patung-patung tersebut tersebut kemudian bergerak seperti menari, tetapi dengan gerakan yang kaku. Gerakan tersebut berupa gerakan kaki (jinjit-jinjit) dan gerakan tangan. Sehingga tari tor-tor berasal dari suara entakan kaki penarinya di atas papan rumah adat Batak. Penari bergerak dengan iringan Gondang.
        Tari tor-tor biasanya digelar pada saat pesta besar yang mana lebih dahulu di bersihkan tempat dan lokasi pesta sebelum pesta dimulai agar jauh dari mara bahaya dengan menggunakan jeruk purut. Tor-tor menjadi perangkat budaya dalam setiap kegiatan adat orang batak.Tari tor-tor pada jaman sekarang untuk orang Batak tidak lagi hanya diasumsikan dengan dunia roh, tetapi menjadi sebuah seni, karena tor-tor menjadi perangkat budaya dalam setiap kegiatan adat orang Batak. Tari tor-tor termasuk sangat sederhana dalam hal gerakan. Para penari tor-tor cukup membuat gerakan tangan yang cukup terbatas dengan gerakan kaki jinjit-jinjit mengikuti iringan musik yang disebut sebagai magondangi. Alat musik tradisional yang mengiringi antara lain alat musik gondang, suling, terompet batak, dan lain sebagainya.


Jenis Tarian tor-tor
  Jenis tarian tor-tor terdiri dari beberapa ragam, yaitu :
·         *Tor-tor pangurason (tari pembersihan)
        Tari ini biasanya digelar pada saat pesta besar. Sebelum pesta dimulai, tempat dan lokasi pesta terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan jeruk purut agar jauh dari mara bahaya.
·         *Tor-tor sipitu cawan (tari tujuh cawan)
        Tari ini biasa digelar pada saat pengukuhan seorang raja. Tari ini juga berasal dari 7 putri kayangan yang mandi di sebuah telaga di puncak gunung pusuk buhit bersamaan dengan datangnya piso sipitu sasarung (Pisau tujuh sarung).
·         *Tor-tor tunggal panaluan
        Biasanya digelar apabila suatu desa dilanda musibah. Tunggal panaluan ditarikan oleh para dukun untuk mendapat petunjuk solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Sebab tongkat tunggal panaluan adalah perpaduan kesaktian Debata Natolu yaitu Benua atas, Benua tengah, dan Benua bawah.
Pakaian dan Atribut
     Pakaian dan atribut tari tor tor termasuk sangat sederhana. Pria dan wanita yang ingin menarikan tari tor tor cukup mengenakan baju biasa yang dikenakan saat pesta. Baju ini dilengkapi dengan aksesoris berupa tenunan khas batak yang bernama Ulos. Ulos yang digunakan ada dua jenis, yakni ulos yang berupa ikat kepala dan ulos yang berupa selendang. Motif selendang ulos yang digunakan tergantung dari pesta apa yang sedang digelar. Dengan properti busana yang sangat sederhana seperti ini membuat semua orang yang menghadiri suatu pesta dapat menari tor tor bersama-sama.


Referensi



SUKU BATAK
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan artikel Ilmu Budaya Dasar tentang suku Batak. Dalam artikel ini penulis menjelaskan secara singkat mengenai sejarah,kehidupan,agama,mata pencaharian pada suku batak. Artikel ini dibuat melengkapi untuk tugas Ilmu Budaya Dasar, penulis menyadari dalam artikel ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan artikel ini di waktu yang akan datang. Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Sejarah
          Suku batak adalah salah satu suku di Indonesia yang berasal dari Sumatera Utara, sejarah suku batak mempunyai beberapa versi, ada yang mengatakan bahwasannya suku batak berasal dari Thailand dan keturunan dari bangsa Proto Malayan, ada juga mengatakan bahwasannya suku batak dulunya ada sebuah kerajaan yang didirikan oleh seorang Raja dalam negeri Toba Silalahi pada sebuah kampung yang bernama kampung Parsoluhan yang berada disekitar Danau Toba, Raja tersebut bernama Alang Pardosi dan sering disebut dengan Raja kesaktian. Suku batak pun semakin berkembang pada kerajaan Sultan Maharaja Bongsu pada tahun 1054 hijriyah dengan adanya kebijakan politik di berbagai wilayah di Sumatera Utara termasuk sekitaran Danau Toba. Suku batak juga dikategorikan atas beberapa suku yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Agama
          Suku Batak mayoritas beragama Kristen, penyebaran agama Kristen dilakukan oleh seorang misionaris asal Jerman tahun 1861. Selain agama Kristen sisanya beragama Islam namun ada pula yang menganut agama Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.
Tradisi Suku Batak
          Suku batak mempunyai tradisi yaitu pada setiap acara pernikahan, kematian , penyambutan orang yang dihormati, peletakan batu pertama pada sebuah bangunan, masyarakat suku batak harus mengenakan ulos dan pada acara tersebut pasti diadakan manortor, manortor atau tari tor-tor adalah seni tari pada batak yang bersifat magis atau selalu ada pada setiap acara yang diadakan pada suku batak.
Mata Pencaharian
          Pada suku batak mata pencaharian masyarakatnya umumnya adalah bercocok tanam padi di sawah dan berladang, lahan pada suku batak biasanya pembagiannya didasarkan oleh marga. Selain bercocok tanam ada juga masyarakat suku batak yang berternak yaitu dengan berternak kerbau, babi, ayam, kambing, bebek, dan sapi, namun bagi yang disekitar pesisiran Danau toba banyak yang mata pencahariannya yaitu dengan penangkapan ikan. Ada juga mata pencahariannya dari bidang kesenian yaitu dengan menenun kain yang menghasilkan ulos, ukiran kayu atau anyaman rotan yang menghasilkan gorga yang berkaitan dengan pariwisata pada suku batak.
Falsafah dan sistem kemasyarakatan
          Suku batak memiliki falsafah dan sistem kemasyarakatan yang biasa dikatakan sebagai azas atau struktur pada masyarakat suku batak yaitu Dalihan na Tolu. Dalihan na Tolu tersebut menurut keenam puak Batak adalah sebagai berikut :
1.      Dalihan Na Tolu (Toba)
• Somba Marhula-hula • Manat Mardongan Tubu • Elek Marboru
2.      Dalian Na Tolu (Mandailing dan Angkola)
 • Hormat Marmora • Manat Markahanggi • Elek Maranak Boru
3.      Tolu Sahundulan (Simalungun)
• Martondong Ningon Hormat, Sombah • Marsanina Ningon Pakkei, Manat • Marboru Ningon Elek, Pakkei
4.      Rakut Sitelu (Karo)
 • Nembah Man Kalimbubu • Mehamat Man Sembuyak • Nami-nami Man Anak Beru
5.      Daliken Sitelu (Pakpak)
• Sembah Merkula-kula • Manat Merdengan Tubuh • Elek Marberru
          Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri. Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat Batak.

Referensi